KOMPAS.com - Banyak pakar wirausaha bilang,
definisi pengusaha tidak berhenti pada orang yang punya suatu usaha atau
bisnis. Wirausaha merupakan jiwa yang dimiliki orang yang jeli melihat peluang
usaha dan memanfaatkannya untuk membantu memudahkan hidup banyak orang.
Berangkat dari definisi inilah, Mahdian Nur Nasution yang berprofesi sebagai
dokter, sejatinya, juga seorang wirausahawan.
Tidak pernah terlintas di benak Mahdian bahwa usaha yang ia dirikan pada tahun
2007 bisa membawa namanya sebagai dokter yang paling dicari untuk urusan khitan,
khususnya di Jabodetabek. Dengan latar belakang dokter bedah saraf, Mahdian
menganggap kegiatan menyunat sebagai keahlian.
Pria kelahiran Medan, 19 April 1976, ini akrab dengan dunia menyunat sejak
1997. Ketika kuliah kedokteran di Universitas Indonesia, Mahdian sering
mengikuti kegiatan sosial. Salah satu bentuk kegiatan itu ialah sunatan massal.
Berawal dari kegiatan itulah, dia sering dicari orang untuk menyunat. “Walau
masih kuliah, saya jadi sering dipanggil untuk menyunat, dan ini berlanjut hingga
saya mengambil spesialis bedah di UI,” ujarnya.
Mahdian pernah kebanjiran pasien ketika musim liburan sekolah. Ratusan orang
minta Mahdian datang ke rumah dan menyunat anak laki-laki mereka. Mahdian
sampai harus cuti kerja supaya bisa melayani panggilan menyunat.
Lantas, dia berinisiatif untuk membangun ruang khusus bagi pasien sunat, karena
tak lagi bisa memenuhi permintaan untuk datang ke rumah pasien. Mahdian pun
menyewa satu ruangan di lantai dua rumah milik temannya di daerah Matraman,
Jakarta Timur. Ia juga membeli peralatan seperti tempat tidur, alat sunat,
hingga meja dokter sebagai pelengkap.
Di Matraman itulah Mahdian merintis Rumah Sunatan. Saat mendirikan Rumah
Sunatan pada 2007, dia merogoh modal tak sampai Rp 10 juta.
Walaupun mengambil pendidikan dokter, Mahdian mengaku memang selalu berniat
jadi pengusaha. Mahdian meyakini profesi dokter memiliki batasan tenaga dan
usia. Jadi ia merintis usaha sendiri, supaya tak hanya mengandalkan profesinya.
Dalam waktu singkat, orang-orang mengenal Mahdian sebagai dokter sunat. Maklum,
dia mengembangkan metode baru, smart klamp. Boleh dibilang, dokter
spesialis bedah saraf di RS Mitra Keluarga, Bekasi, ini merupakan pelopor
teknik tersebut di Indonesia.
Cara menyunat ini diperolehnya dari seorang rekan seprofesinya di Malaysia,
saat bertemu pada 2004. Smart klamp merupakan alat khitan sekali pakai.
Dengan alat ini, menyunat tak lagi menyertakan proses menjahit atau perban alat
kelamin. Risiko pada pasien pun berkurang dan bisa langsung beraktivitas
setelah disunat.
Smart klamp kian melambungkan nama Mahdian sebagai dokter sunat.
Pasiennya semakin bertambah. Bahkan kliniknya di Matraman tak lagi cukup
menampung pasien. Kemudian, ia menutup tempat itu dan membuka klinik baru di
Cipinang dan Bintaro pada 2008.
Usahanya pun terus berkembang. Kini, Mahdian punya 18 cabang Rumah Sunatan di
Jabodetabek. Tiap cabang menerima sekitar 20 pasien pada bulan biasa. Jumlah
ini meningkat saat musim liburan, jadi 700 hingga 1.000 pasien per cabang dalam
sebulan. Dari usaha khitan, ayah dari enam orang anak ini bisa mengantongi
omzet sekitar Rp 500 juta saban bulan.
Ubah citra seram
Sejak awal menyunat, Mahdian membawa misi tersendiri. Ia ingin mengubah citra
mengenai sunat. Sebagian besar orang yang pernah disunat pasti menganggap sunat
sebagai pengalaman mengerikan. Bayangan akan sebagian kulit yang dipotong
menimbulkan anggapan sunat sebagai sesuatu yang menyeramkan.
Mahdian ingin mengubah anggapan itu. Makanya, sejak membuka klinik pertamanya,
dia memilih nama Rumah Sunatan. “Saya ingin pasien merasa senyaman mungkin,
jadi saya memilih kata rumah, bukan klinik,” jelas dia.
Desain Rumah Sunatan pun jauh dari kesan menakutkan bagi anak-anak. Mahdian
membuat ruangan khusus tempat bermain. Di situ, anak-anak bisa menunggu sambil
bermain game atau menonton televisi.
Mahdian tak hanya mengandalkan teknologi. Para dokter dan karyawan pun dilatih
untuk berkomunikasi efektif dengan anak-anak. Secara psikologis, anak-anak
membayangkan sunat sebagai sesuatu yang menakutkan. Tugas dokter dan karyawan
Rumah Sunatan untuk menghilangkan ketakutan itu. “Memang sudah ada mainan dan
gadget, tapi komunikasi dari dokter dan karyawan pun harus mendukung,” tuturnya.
Keunggulan itu yang membuat Mahdian dengan percaya diri menyebut Rumah Sunatan
sebagai salah satu pemimpin pasar di usaha khitan. Posisi itu ditambah lagi
dengan jam terbang menyunat Mahdian yang sudah belasan tahun.
Seolah tak takut akan menciptakan pesaing baru, Mahdian juga rajin memberi
pelatihan metode smart klamp pada dokter lain. Sejauh ini, Mahdian sudah
mengadakan pelatihan di 15 kota untuk berbagi metode sunat teranyar ini.
Untuk memenangkan persaingan, Mahdian fokus pada pelayanan. Lantaran bergerak
di bidang jasa, pelayanan harus jadi perhatian utama. “Prinsip saya, selalu
berikan yang terbaik pada pasien maupun keluarga pasien,” tandasnya.
Pasalnya, pada dasarnya, manusia ingin menerima pelayanan terbaik. Tak heran
jika orang rela membayar tarif lebih mahal demi mendapatkan pelayanan sunat
terbaik di Rumah Sunatan. Mahdian selalu menyarankan pada karyawannya untuk
profesional dalam bekerja sehingga tidak perlu pelit.
Dia memastikan Rumah Sunatan memberi obat bius terbaik, alat smart klamp yang
terbaik. Tak lupa, Mahdian juga memberi goodie bag sebagai hadiah pada pasien
yang sudah berani disunat di tempatnya.
Dari rumah sunat ke rumah wasir
Tujuh tahun sudah berlalu sejak Mahdian Nur Nasution merintis Rumah Sunatan.
Suami dari Dewi Sulastiningsih ini mengaku, perjalanan bisnisnya tergolong
lancar. Ia belum pernah menemui kesulitan signifikan. “Secara grafik, bisnis
sunatan ini selalu naik, tak pernah turun. Meski pernah ada satu atau dua
pasien yang komplain,” ujar Mahdian.
Dua puluh tahun mendatang, Mahdian bermimpi Rumah Sunatan jadi pemimpin pasar
untuk layanan sunat di Indonesia. Karena masih banyak daerah di Indonesia yang
belum memiliki pusat khitan, Mahdian pun menargetkan Rumah Sunatan punya
ratusan cabang di 2034.
Untuk mencapai target itu, Mahdian menawarkan peluang waralaba. Padahal, dulu
ia sempat enggan mewaralabakan Rumah Sunatan. Ia takut waralaba membuka celah
menurunkan kualitas pelayanan.
Namun, tahun ini, Mahdian hanya akan menambah maksimal 10 mitra untuk jaga kualitas
pelayanan. “Karena ini jasa medis, semua harus bagus terutama pelatihan untuk
dokter hingga dia mahir. Kalau ada kesalahan akan berdampak pada nama baik
kami,” tegasnya.
Mahdian juga punya lini bisnis baru yang diberi nama Rumah Wasir. Dia bilang, usaha
ini masih dalam tahap percobaan dan baru buka di Jalan Jatiasih Raya, Bekasi.
Mahdian bercerita, Rumah Wasir didirikan karena ia mendapat informasi mengenai
teknologi menyembuhkan wasir. Selama ini, penderita wasir malu dan takut
berobat karena harus dioperasi. Namun, dunia medis sudah mengenal teknologi
biological electrical impedance automeasurement (BEIM). “Kami berharap bisa
jadi pelopor juga untuk teknologi yang sudah sering dipakai di luar negeri,”
kata dia.
Tak lupa, Mahdian berbagi kunci kesuksesannya, yakni fokus dan inovasi.
Ia mengenal banyak pengusaha yang bosan di tengah jalan lantas tidak fokus
dalam bisnisnya. Berkat fokus jadi dokter sunat, Mahdian menuai kesuksesan.
Namun, fokus saja tidak cukup karena harus ada inovasi agar masyarakat
tertarik. (Marantina)
Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/07/26/080900926/Berkat.Rumah.Sunatan.Mahdian.Jadi.Dokter.yang.Wirausahawan